Rekening Dormant Rp 204 Miliar Dibobol Sindikat
monitorberita.com – Kepolisian bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap praktik kriminal keuangan berskala besar yang merugikan perbankan Indonesia. Sindikat pembobol berhasil menguras dana dari rekening dormant — rekening bank yang tidak aktif — senilai Rp 204 miliar di salah satu bank di Jawa Barat.
Modus kejahatan ini terbilang rapi dan canggih. Para pelaku hanya membutuhkan waktu 17 menit untuk memindahkan ratusan miliar rupiah ke sejumlah rekening penampung.
Transaksi Mencurigakan Jadi Awal Terbongkarnya Sindikat
Sekretaris Utama PPATK, Alberd Teddy Benhard Sianipar, menjelaskan bahwa pihaknya menemukan pola transaksi mencurigakan dengan jumlah besar dalam waktu singkat. Dana dari rekening dormant dipindahkan terlebih dahulu ke rekening nominee — yakni rekening yang dibuka atas nama orang lain, tetapi dikendalikan oleh pelaku.
Dari situ, uang hasil kejahatan dipindahkan kembali ke berbagai rekening dan dompet digital melalui teknik yang dikenal sebagai smurfing. Dana dipecah ke dalam puluhan transaksi kecil agar sulit dilacak.
“Selain smurfing, sindikat ini juga memakai modus U-turn, yaitu memindahkan uang ke rekening penampung lalu kembali ke rekening pelaku utama. Salah satunya ternyata rekening milik pimpinan bank itu sendiri,” jelas Alberd dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (25/9/2025).
Rekening Dibuka Hanya Beberapa Hari Sebelum Aksi
PPATK juga menemukan fakta bahwa para pelaku baru membuka rekening penampung antara 1 hingga 6 hari sebelum aksi pembobolan. Waktu yang singkat itu membuat pola transaksi mencurigakan mudah terdeteksi.
Dana hasil kejahatan kemudian diputar dengan cepat: masuk ke perusahaan remitansi, ditransfer ke dompet digital seperti Gopay, ditarik tunai, hingga akhirnya dipakai untuk kebutuhan pribadi.
“Perputaran transaksi yang masif dalam tempo singkat inilah yang membuat kejahatan ini cepat terendus,” tambah Alberd.
42 Transaksi dalam 17 Menit
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri mengungkap bahwa proses pemindahan dana dilakukan secara sistematis. Dalam waktu hanya 17 menit, para pelaku mengeksekusi 42 kali transaksi ke lima rekening penampung berbeda.
Skema yang begitu cepat dan terstruktur menunjukkan bahwa sindikat ini memiliki akses khusus terhadap Core Banking System, yang seharusnya hanya bisa diakses oleh karyawan bank dengan otorisasi ketat.
Peran Tersangka Dibagi ke Dalam Empat Kluster
Polisi telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Mereka terbagi ke dalam empat kluster peran:
- Kluster Karyawan Bank
- AP (50), Kepala Cabang Pembantu, memberikan akses aplikasi perbankan ke pelaku.
- GRH (43), Consumer Relations Manager, menjadi penghubung antara sindikat dan AP.
- Kluster Pelaku Pembobol
- C (41), otak utama yang mengaku sebagai anggota Satgas Perampasan Aset.
- DR (44), konsultan hukum yang melindungi dan membantu perencanaan.
- NAT (36), mantan pegawai bank yang melakukan akses ilegal dan memindahkan dana.
- R (51), mediator yang menghubungkan sindikat dengan pejabat bank.
- TT (38), fasilitator keuangan ilegal yang mengelola dana hasil kejahatan.
- Kluster Pencucian Uang
- DH (39), membantu membuka blokir rekening dan memindahkan dana.
- IS (60), penyedia rekening penampungan sekaligus penerima dana kejahatan.
Dampak dan Peringatan
Kasus pembobolan rekening dormant ini menjadi peringatan serius bagi sektor perbankan nasional. Lemahnya pengawasan terhadap rekening tidak aktif ternyata bisa menjadi celah besar yang dimanfaatkan sindikat kriminal keuangan.
Selain itu, penggunaan dompet digital dan jasa remitansi menunjukkan bahwa modus pencucian uang semakin beradaptasi dengan teknologi finansial. PPATK menegaskan bahwa kerja sama lintas lembaga mutlak diperlukan untuk menutup ruang gerak sindikat semacam ini.
Penutup
Pengungkapan kasus pembobolan rekening dormant Rp 204 miliar ini menyoroti betapa pentingnya sistem keamanan perbankan yang lebih ketat, terutama pada rekening yang jarang digunakan. Dalam hitungan menit, uang dalam jumlah fantastis bisa berpindah tangan bila tidak ada pengawasan.
Kini, sembilan tersangka sudah ditahan. Namun, kasus ini menjadi catatan penting bahwa dunia perbankan dan digital finance harus terus berbenah agar tidak menjadi ladang empuk kejahatan terorganisasi.
Cek juga artikel terbaru dari rumahjurnal.online

