monitorberita.com Pondok Pesantren Lirboyo di Kediri, Jawa Timur, menyatakan kesediaannya menjadi tuan rumah pertemuan ulama dan kiai dari Nahdlatul Ulama (NU). Pertemuan ini direncanakan untuk membahas polemik yang sedang berlangsung di internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Namun, kesediaan itu tidak diberikan begitu saja. Lirboyo mengajukan dua syarat penting sebelum menerima amanah besar tersebut.
Pernyataan resmi disampaikan oleh Juru Bicara Pesantren Lirboyo, KH Oing Abdul Muid Shohib atau Gus Muid. Ia menyampaikan pesan dari KH Athoillah Anwar, salah satu pengasuh Pesantren Lirboyo, mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pertemuan dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan solusi.
Syarat Pertama: Pertemuan Harus Menghadirkan Kedua Pihak yang Berkonflik
Syarat pertama yang diajukan Lirboyo adalah keharusan menghadirkan kedua pihak yang saat ini sedang berselisih di internal PBNU. Lirboyo menilai bahwa pertemuan tanpa menghadirkan seluruh pihak konflik hanya akan membuat dialog tidak efektif dan kehilangan esensi rekonsiliasi.
Gus Muid menegaskan bahwa pesantren siap membuka pintu lebar-lebar untuk ulama dan kiai NU dari berbagai unsur. Namun, ia menekankan bahwa sebuah pertemuan yang bertujuan menyelesaikan masalah harus bersifat inklusif. Kehadiran hanya satu pihak tidak akan menyelesaikan masalah yang telah mengemuka di publik.
Dari pandangan Lirboyo, prinsip islah atau perdamaian membutuhkan keterlibatan semua pihak. Mereka menilai bahwa forum besar yang mempertemukan seluruh unsur kepemimpinan NU merupakan jalan paling baik untuk menurunkan tensi konflik dan mengembalikan keharmonisan organisasi.
Syarat Kedua: Pertemuan Harus Berorientasi pada Mashlahat
Syarat kedua dari Pesantren Lirboyo adalah bahwa pertemuan tersebut harus benar-benar bertujuan mencapai mashlahat atau kemaslahatan bersama. Artinya, forum ulama tidak boleh menjadi ajang saling menyalahkan atau memperkeruh suasana, tetapi harus diarahkan pada penyelesaian akar persoalan dalam bingkai persaudaraan.
Lirboyo menginginkan agar pertemuan nanti menghasilkan keputusan yang menenangkan para warga NU di berbagai daerah. Mereka menilai bahwa konflik internal PBNU telah menimbulkan kegelisahan di akar rumput, sehingga perlu diselesaikan dengan kepala dingin dan semangat ukhuwah.
Dengan dua syarat ini, Pesantren Lirboyo menegaskan bahwa mereka tidak hanya menyediakan tempat, tetapi juga memikul tanggung jawab moral untuk memastikan forum tersebut berjalan dalam atmosfer positif.
Konteks Konflik Internal PBNU yang Jadi Sorotan
Polemik dalam tubuh PBNU menjadi perhatian publik beberapa waktu terakhir. Sejumlah perbedaan pendapat muncul di tingkat kepengurusan pusat, terutama terkait kebijakan, gaya kepemimpinan, dan dinamika organisasi. Perbedaan ini mulai merembet ke daerah, memicu diskusi panjang di kalangan kiai, pengurus pesantren, dan warga NU.
Sebagai salah satu pesantren tertua dan paling berpengaruh di Jawa Timur, Lirboyo merasa terpanggil untuk ikut menjaga harmoni di tubuh NU. Mereka menganggap NU adalah rumah besar umat serta lembaga yang memiliki peran besar dalam menjaga tradisi Islam di Indonesia.
Dalam situasi di mana konflik internal berpotensi meluas, kehadiran pesantren sebagai penengah dianggap sangat penting. Lirboyo ingin memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil tetap mencerminkan nilai-nilai tasamuh, tawazun, dan tawassuth yang menjadi prinsip dasar NU.
Gus Muid: Lirboyo Siap Jika Dua Syarat Dipenuhi
Dalam pernyataannya, Gus Muid menegaskan bahwa Lirboyo tidak akan menolak jika pertemuan dihadiri kedua belah pihak yang berselisih. Ia ingin agar penyelesaian persoalan dilakukan secara terbuka dan jujur, dengan mengedepankan kepentingan NU dan umat.
Lirboyo juga berharap bahwa pertemuan ini tidak dimaknai sebagai tindakan politis atau keberpihakan. Mereka menegaskan bahwa pesantren hanya ingin menjadi fasilitator perdamaian, bukan bagian dari konflik.
Dengan demikian, Lirboyo hanya akan menggelar forum jika syarat-syarat tersebut diterima oleh kedua pihak internal PBNU yang sedang bersengketa.
Peran Pesantren Besar dalam Meredam Konflik NU
Pesantren seperti Lirboyo, Tebuireng, Sarang, dan lainnya memiliki posisi strategis dalam sejarah NU. Mereka sering kali menjadi tempat berkumpulnya para ulama untuk bermusyawarah ketika terjadi dinamika besar dalam organisasi. Karena itu, syarat yang diajukan Lirboyo dipandang sebagai bentuk tanggung jawab moral dan penjagaan adab organisasi.
Sebagai lembaga pendidikan Islam yang telah melahirkan banyak tokoh NU, Lirboyo memiliki kekuatan moral untuk menjadi mediator. Syarat yang mereka ajukan juga menunjukkan keinginan agar pertemuan tidak dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk meraih legitimasi sepihak.
Harapan agar NU Kembali Solid Setelah Pertemuan
Lirboyo menginginkan forum ulama ini menjadi momentum pemulihan kepercayaan internal. Mereka berharap setelah pertemuan nanti, NU dapat kembali pada marwah organisasi, yaitu menjaga tradisi keilmuan, memperjuangkan umat, dan menjaga stabilitas kebangsaan.
Warga NU di berbagai daerah juga menantikan keputusan yang menyejukkan. Karena itu, setiap detail pertemuan ini harus diarahkan pada upaya memperbaiki internal, bukan memperburuk perpecahan.
Kesimpulan: Syarat Lirboyo Jadi Penegas Komitmen Perdamaian
Dengan menetapkan dua syarat penting, Pesantren Lirboyo menunjukkan sikap hati-hati dan bertanggung jawab dalam menerima permintaan menjadi tuan rumah pertemuan ulama NU. Syarat kehadiran kedua pihak dan orientasi pada mashlahat menjadi fondasi agar forum tersebut menghasilkan rekonsiliasi nyata.
Langkah ini menegaskan bahwa pesantren bukan sekadar tempat berkumpul, tetapi pusat moral yang menjaga tradisi damai dalam tubuh NU. Jika syarat terpenuhi, Lirboyo siap menjadi jembatan untuk menyatukan kembali ulama dan kiai demi keutuhan jam’iyah.

Cek Juga Artikel Dari Platform musicpromote.online
